5 Festival Musik Rock/metal Terbesar Di Dunia

5 Festival Musik Rock/metal Terbesar Di Dunia !!

1. ROCK AM RING and ROCK IM PARK FESTIVAL

94449_460

Rock im Park and Rock am Ring adalah festival musik terbesar di Jerman dan salah satu yang terbesar di dunia dengan kehadiran gabungan lebih dari 150.000 orang pada tahun 2007, ini menjadi arena cadas terbesar di dunia.
SEJARAH SINGKAT :
Rock am Ring awalnya sebagai parade musik rock biasa pada tahun 1985, namun karena sukses komersial (dengan 75.000 penonton),Rock im Park berlangsung untuk pertama kalinya di Wina . Untuk acara tahun 1994, Rock im Park pindah ke Bekas Bandara Munich, dan tahun berikutnya ke Munich’s Olympiastadion , di mana bertahan sampai event 1995 dan 1996. Sejak tahun 1997 sampai sekarang, Rock im Park diadakan di Frankenstadion atau daerah sekitarnya di Nürnberg.Di bawah ini ada video live dari Avenged Sevenfold – Rock Am Ring 2011 yang keren abis di simak gan!

2.Download Festival, Donington Park, Inggris

Download-Festival

Festival ini juga menyediakan tiket gratis gan, tapi nontonnya dari jauuuuh . Untuk edisi 2011, festival ini sudah berlangsung berlangsung antara 10 dan 12 Juni 2011.
SEJARAH SINGKAT Download festival :
Acara Download Festival muncul pada tahun 2003 sebagai tindak lanjut dari Monster of Rock Festival yang telah diselenggarakan di di Donington Park sirkuit antara tahun 1980 dan 1996.
Nama Download dipilih untuk festival karena dua alasan. Mendownload adalah kata kotor di industri musik pada saat itu, karena file sharing, dan rock dipandang sebagai pemberontak genre musik. Kedua Download adalah Monster Of Rock untuk abad 21 dan internet akan menyediakan konektivitas dengan penontonnya. simak juga gan video nya SLIPKNOT di DOWNLOAD FESTIVAL 2009.

3.WoodStock Music Festival

WOODSTOCK_XL

Woodstock-69

The woodstock festival rock yang terjadi di dekat woodstock , new york , pada 15 agustus 16 , dan 17 , 1969 , dan yang menjadi simbol dari tahun 1960-an counterculture amerika dan sebuah tonggak sejarah musik rock . Menonjol di antara mereka yang hadir itu adalah anggota counterculture , yang juga sering disebut sebagai hippie dan yang khas menolak materialisme dan otoritas , memprotes perang vietnam , mendukung pergerakan hak-hak sipil , berpakaian unconventionally , dan mengulik terlarang dengan seks dan narkoba . Woodstock dikandung oleh empat mitra muda michael lang , kemudian manajer sebuah rock band , artie kornfeld , seorang eksekutif di capitol catatan ; dan dua modal ventura , john roberts dan yoel rosenman . Rencana asli mereka telah membangun sebuah studio rekaman di woodstock , sebuah kota kecil di pegunungan ketika musisi bob dylan dan grup rock disebut band menetap di sana . Untuk mempromosikan ide dari studio empat pasangan yang memutuskan untuk membuat panggung konser.yg skrng dinamakan woodstock music and art fair.

4.Roskilde Music Festival

roskilde-festival-orange-scene-408

Banyak anak muda di Eropa tahu Roskilde Festival tanpa mengetahui apa-apa tentang kota Roskilde. Setiap tahun pada Juli ,170 band bermain di hadapan 80,000 pengunjung dalam Roskilde. Meskipun Roskilde adalah salah satu Festival rock tertua dunia, Roskilde melahirkan nama musik dan bakat-bakat baru. Tahun 2007 festival disajikan: Beastie Boys, Björk, Muse, Queens of the Stone Age, Red Hot Chili Peppers, Tiësto, The Who dan sekitar 160 band lain. Festival Roskilde dijalankan oleh organisasi non profit The Roskilde Festival Society. Keuntungan dari festival disumbangkanay kepada tujuan kemanusiaan dan buda. telah memberikan sumbangan 11 juta Euro untuk korban perang di Irak, Doctors Without Borders, Amnesty International, Save the Children, World Wildlife Fund (WWF) dan banyak, banyak orang lain.

5.Rock On the Range

rotr sat 535

Rock On the Range adalah festival Rock tahunan. Rock On the Range menampilkan sebagian besar band rock, dengan band klasik.Biasanya band klasik menjadi bang pembuka festival. Festival ini diadakan di dua tempat; Stadion Columbus Crew di Columbus, Ohio dan penginapan Canad stadion di Winnipeg, Manitoba. Rock On the Range memulai debutnya di Columbus pada 19 Mei 2007 dan di Winnipeg pada 27 Juni 2009

By khairurrozikin14 Posted in Music

FLOAT

artworks-000052049147-ct3ow6-crop

Float adalah sebuah band yang didirikan pada tanggal 30 Agustus 2004 oleh Hotma “Meng” Roni Simamora, Windra “Bontel” Benyamin, dan Raymond Agus Saputra. Pada awal tahun 2005 Float merilis mini albumnya yang berjudul “No-Dream Land” secara independen. Mini album ini menarik perhatian produser film Mira Lesmana yang kemudian meminta Float mengisi album soundtrack untuk film “3 Hari Untuk Selamanya” (2007) yang disutradarai Riri Riza. Dengan album soundtrack tersebut, Float memperoleh penghargaan bergengsi seperti Abhinaya Trophy untuk Soundtrack Terbaik di ajang Jakarta Film Festival dan Best Theme Song di ajang penganugerahan MTV Indonesian Movie Awards, semuanya didapat di tahun yang sama, 2007. Pada tahun 2008, lagu yang berjudul “Surrender” digunakan sebagai lagu tema promosi film seri yang berjudul “Heroes” (Season 2) produksi Satellite Television for the Asian Region (STAR), sebuah televisi satelit berbayar yang berbasis di Hong Kong. Di tahun yang sama, dengan lagu “Waltz Musim Pelangi”, Float ikut berkolaborasi dalam album kompilasi “Songs Inspired by Laskar Pelangi” (Miles Music / Trinity Optima). Berselang 4 tahun kemudian, Float menelurkan “Songs Of Seasons” yang dirancang khusus sebagai lagu tema iklan tv “Wonderful Indonesia”, salah satu media kampanye promosi pariwisata Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Dari Zero Ke Float

2002

Setelah dua tahun lulus kuliah dan bekerja sebagai fotografer lepas, penyanyi/penulis lagu Hotma ‘Meng’ Roni Simamora diajak bergabung dalam sebuah band bernama Zero oleh Svendpri Sanderson Umpel, teman lamanya saat di sekolah menengah atas dulu. Zero adalah sebuah proyek “sampingan” yang didirikan Svendpri (vokal/gitar) dan dua rekan se-bandnya di Mangobuds. Kedua rekannya itu adalah Priyo Budz (bas) dan Richard Henry Pattiradjawane (gitar). Windra ‘Bontel’ Benyamin, yang saat itu juga bergabung dalam Mangobuds sebagai gitaris, sering ikut nongkrong saat Zero latihan dan nge-gig.

Pada akhir Desember 2002, di tempat mereka semua menginap waktu Zero bermain di sebuah acara di Bandung, Bontel meminta Meng memainkan beberapa lagu ciptaannya. Setelah mendengarkan lagu-lagu itu Bontel mengajak Meng untuk merekamnya di studio rumahnya.

2003

Pada awal Januari 2003, Bontel dan Meng mulai merekam guide track yang terdiri dari vokal dan gitar. Sebagian besar dari lagu-lagu itu ditulis Meng pada tahun 90an (‘Pulang‘, ‘Sementara‘, ‘Perlahan’, dan ‘Biasa‘ yang merupakan versi awal dari ‘3 Hari Untuk Selamanya‘). Sedangkan sebagian lainnya adalah karya-karya terbarunya waktu itu (‘No-Dream Land‘ dan ‘Stupido Ritmo‘). Dengan materi yang ada ini Bontel mengajak Meng untuk bersama-sama menjadikan proyek ini sebagai proyek album solo Meng dimana Bontel berperan sebagai produser. Tidak lama kemudian, keduanya pun akhirnya hengkang dari Zero dan Mangobuds.

2004

Bontel memilih mengerjakan ‘Pulang’ sebagai lagu pertama. Ia mengerjakannya selama hampir setahun. Hal ini disebabkan oleh rusaknya data digital yang menyimpan komposisi & aransemen instrumen yang telah ia buat untuk lagu itu. Kesibukannya dalam pekerjaan di sebuah rumah produksi sebagai sound designer dan jingle maker pun ikut menjadi penyebabnya. Untuk menyelesaikan aransemen ‘Pulang’, Bontel merasa perlu mengganti track bas ‘plastik’ (midi) yang telah ia buat. Akhirnya ia membujuk teman se-bandnya di d’Opera dulu, yaitu Raymond ‘Remon’ Agus Saputra, untuk bergabung sebagai pemain bas. Dengan bergabungnya Remon, Bontel lalu mengajak Meng untuk kembali melanjutkan proyek album solonya ini sebagai proyek sebuah band.

Pada tanggal 22 Agustus 2004 sesi rekaman ‘Pulang’ dan ‘Stupido Ritmo’ selesai.

Walaupun saat itu industri musik indie telah berkembang pesat, satu-satunya hal yang mereka lakukan pada karya rekaman itu agar didengar banyak orang adalah dengan membagikan copy rekaman itu ke teman-teman. Karena saat itu baru ‘Stupido Ritmo’ saja yang sudah selesai mastering, keping-keping CD kopian itu hanya berisi satu lagu. Mereka pun belum memikirkan nama yang mewakili mereka bertiga sebagai sebuah band, hingga seorang teman (Febi Lubis – Tassignon) menanyakannya. Untuk itu, pada tanggal 30 Agustus 2004, Meng menawarkan Bontel dan Remon tiga buah nama termasuk ‘Float’ yang akhirnya terpilih karena maknanya yang paling mewakili ketiganya dalam hal pendekatan bermusik dan semangat kebebasan berekspresi.

Diam-diam Febby mengirim CD itu ke Anton ‘Not’ Wahyudi yang saat itu bekerja sebagai music director di Radio Prambors Jakarta. Tidak lama kemudian, ‘Stupido Ritmo’ pun mulai mengudara dan masuk ke daftar tangga lagu musik indie ‘Prambors Nubuzz’. Lagu itu pun akhirnya mencapai puncaknya pada tanggal 8 Desember 2004 dan bertengger disana selama tiga minggu.

Dengan tambahan lagu ‘No-Dream Land’, Float memutuskan untuk memproduksi sendiri album perdananya dengan judul yang sama. Album itu hanya memuat tiga buah lagu, bersama dua lagu lainnya ‘Stupido Ritmo’ dan ‘Pulang’.

2005

Pada awal Januari 2005, album perdana Float ‘No-Dream Land‘ yang jumlahnya hanya 1000 keping mulai didistribusikan melalui distro-distro dan pesanan. Sebagian malah tetap mereka bagikan ke teman-teman, beberapa stasiun radio di kota-kota besar, stasiun TV swasta, dan ‘target market’ lainnya.

Pada bulan April 2005, Radio Prambors Jakarta menganugerahkan Float sebuah reward sebagai band yang jenis musiknya dianggap ‘out of the box‘ dalam ajang ‘Prambors Blast The Rewards’.

Tak disangka-sangka, pada bulan November 2005, produser film Mira Lesmana berada di antara penonton di konser mini mereka di Tornado Coffee Kemang Jakarta. Pada saat sesi rehat ia mendatangi mereka untuk menyampaikan kesukaannya pada musik Float. Ia pun menawarkan sebuah proyek kolaborasi dimana Float, dengan musik dalam album barunya nanti, akan mengisi soundtrack untuk film terbarunya yang berjudul ‘3 Hari Untuk Selamanya‘ yang disutradarai Riri Riza. Album baru itu akan dirilis oleh label perusahaan rekamannya yang baru, yaitu Miles Music. Tawaran itu pun langsung disambut antusias oleh Meng, Bontel, dan Remon.

2006

Sayangnya, bersamaan dengan kealpaan seorang manajer resmi yang berperan penting dalam menangani pengembangan visi, soliditas, citra, dan potensi bisnis yang diperlukan untuk kelangsungan eksistensi Float, berbagai masalah yang melibatkan ketiganya makin banyak bermunculan dan tidak terhindarkan. Apalagi setelah Bontel dan Remon direkrut untuk bekerja di sebuah rumah produksi yang membuat ketiganya semakin jarang bertemu. Akhirnya, pada tanggal 5 Februari 2006, Meng memutuskan untuk menjalankan proyeknya sebagai musisi solo.

Tapi, perpisahan itu tidak berlangsung lama. Pada pertemuan Meng dan Abang Edwin SA yang juga merupakan teman istrinya, Meng menceritakan kondisi Float terakhir. Abang mengusulkan agar mereka bersama-sama menemui Mira Lesmana untuk menceritakan perkembangan ini, sehubungan dengan tawaran kolaborasi yang sudah terlanjur disanggupi oleh Float. Akhirnya Meng setuju untuk bergabung kembali dengan Bontel dan Remon dalam Float yang baru sebagai sebuah proyek, bukan sebagai band. Abang pun berperan sebagai manajer proyek itu. Pada bulan April 2006, mereka mulai mengerjakan album baru mereka yang kemudian diberi judul ‘Music For 3 Hari Untuk Selamanya‘ (Miles Music, 2007). Pada tanggal 21 Desember 2006, proses mastering album itu selesai. Tidak lama kemudian, Jakobus Mulia bergabung dengan Float untuk membantu menjalankan peran manajerial.

2007

Pada tanggal 18 Juli 2007, Timur Segara (drum, Clorophyl/B+), bergabung sebagai pemain pendukung dalam gig-gig Float.

Dengan album soundtrack mereka, Float memperoleh penghargaan bergengsi seperti Abhinaya Trophy untuk Soundtrack Terbaik di ajang Jakarta Film Festival dan Best Theme Song di ajang penganugerahan MTV Indonesian Movie Awards, dimana keduanya didapat di tahun yang sama. Selain itu, sebuah pencapaian lain juga diraih Float. Lagu mereka yang berjudul “Surrender” digunakan sebagai lagu tema dalam promosi media sebuah film seri produksi Satellite Television for the Asian Region (STAR), sebuah televisi satelit berbayar yang berbasis di Hong Kong. Film seri itu berjudul ‘Heroes’ (Season 2).

2008

Pada awal 2008 masing-masing anggota Float memutuskan untuk mengerjakan proyeknya sendiri. Meng pun melanjutkan Float dengan mengerjakan sendiri lagu-lagu barunya. Salah satunya, yang berjudul ‘Waltz Musim Pelangi‘, dirilis dalam album kompilasi ‘Songs Inspired by Laskar Pelangi‘.

2011

Setelah vakum selama 2 tahun, akhirnya Meng menemukan tim barunya untuk kembali menghidupkan Float. Semua berawal pada saat Meng bertemu lagi dengan Timur Segara awal Desember 2010 lalu. Timur menyarankan agar Float diaktifkan lagi dengan mengajak adik ipar Meng, Leo Christian (bas, Ecoutez!), yang juga teman sekolah Timur dulu. Untuk menyempurnakan formasi baru ini, David Qlintang (gitar elektrik, A.Y.A/Max Havelaar/Clorophyl) dan Iyas Pras (keyboard, Ecoutez!) pun bersedia bergabung. Bulan Desember 2011 formasi ini merilis single “I.H.I” yang ditulis Meng tahun 2010.

2012

Awal tahun 2012 single ke-2 “Ke Sana” dirilis. Pasca Float2Nature Leo & Iyas kembali aktif dengan Ecoutez!. Bontel & Remon resmi bergabung lagi dan Float kembali ke formasi awalnya. Pada masa awal reuni ini, Float menelurkan “Songs Of Seasons” yang merupakan lagu tema iklan tv “Wonderful Indonesia” yang digunakan sebagai salah satu media kampanye promosi pariwisata oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

2013

Pada tanggal 2-3 November 2013, dengan dukungan dari berbagai pihak, manajemen Float kembali mengadakan Float2Nature. Float2Nature yang ke-2 ini adalah Float2Nature yang pertama bagi formasi awal Meng, Bontel, dan Remon. Sejak kembali ke formasi awalnya hingga sekarang, Float didukung David Qlintang, Wizra Uchra (drum/perkusi, A.Y.A), dan Bharata Eli Gulö (perkusi, Bonita and The husBand). Saat ini Float tengah menyiapkan album terbarunya.

source : http://floatproject.com/biography/

By khairurrozikin14 Posted in Music

Festival Woodstock

Woodstock_poster

Pada bulan Agustus 1969, berlangsung sebuah ‘konferensi’ hippies ugal-ugalan yang penuh dengan hentakan rock & roll, sikap kontrakultur, serta tebaran bunga, cinta dan ganja. Saatnya kembali menyimak bagaimana ide, rencana dan kerja keras di balik kejadian itu. Sebuah perjalanan berliku menuju ‘surga kecil’ Woodstock, tiga puluh tujuh tahun yang lalu!…

Suatu hari di akhir bulan Desember 1968, Michael Lang (24 tahun) memasuki kantor Capitol Records di New York sambil membawa seberkas proposal. Lang adalah pemuda eksentrik yang jarang memakai sepatu dan menjadi manajer grup band Train. Maksud kedatangannya adalah untuk mencari kontrak rekaman bagi kelompok asuhannya itu.

Di salah satu ruangan kantor tersebut, duduk seorang pria bernama Artie Kornfeld (25 tahun) yang menjabat sebagai wakil presiden Capitol Records. Ruangannya selalu jadi tempat favorit bagi musisi yang menginginkan kontrak rekaman serta berharap albumnya bisa terjual jutaan kopi. Kesibukan Kornfeld yang lain adalah menulis lagu sekaligus memproduseri band The Cowsills. Ia telah menulis sekitar 30 singel hit, termasuk lagu Dead Man’s Curve yang direkam oleh Jan and Dean.

Lang yang tahu kalau Kornfeld pernah tinggal sekampung dengannya di Bensonhurst, Queens, langsung membuat janji bertemu dan mengatakan pada resepsionis Capitol bahwa ia adalah tetangga Kornfeld. Sejak pertemuan itu Lang dan Kornfeld mulai berteman baik.

Suatu ketika, Lang berkunjung ke apartemen Kornfeld di New York dan mereka berbincang banyak sepanjang malam. Dua pemuda itu mulai menjajaki kemungkinan kerjasama. Salah satu ide mereka adalah membuat semacam ledakan kultural, pertunjukan musik besar atau extravaganza. Ide lain yang sempat terpikir saat itu adalah membangun studio rekaman.

Mereka langsung teringat pada Woodstock, suatu lahan luas yang letaknya 100 mil dari Manhattan. Mereka yakin tempat itu mampu merefleksikan semangat ‘Back To The Land’ dalam suatu isu budaya tandingan. Apalagi Woodstock juga dianggap semacam Mekkah-nya para ikon rock & roll terkenal. Di era ‘60-an para musisi seperti Bob Dylan, Tim Hardin, Van Morrison, Jimi Hendrix dan Janis Joplin sempat pindah atau bekerja di daerah itu.

* * * * *

John Roberts (26 tahun) dan Joel Rosenman (24 tahun) bertemu secara tidak sengaja saat mereka menjalani kursus golf di musim gugur 1967. Sejak itu mereka menjadi dua sahabat, bahkan tinggal seapartemen. Keduanya ingin memproduksi sebuah program acara komedi situasi untuk stasiun televisi. “Itu seperti suatu komedi kantoran tentang dua lelaki yang lebih mempunyai banyak uang daripada isi dalam tempurung otaknya,” jelas Rosenman. “Setiap minggu mereka berdua memulai suatu bisnis baru, namun hasilnya selalu berantakan.”

Untuk merealisasikan ide produksi sitkom tersebut, pada bulan Maret 1968 mereka memasang iklan di Wall Street Journal dan The New York Times. Di dalam redaksional iklan itu tertulis ; “Pemuda dengan modal tak terbatas mencari kesempatan investasi dan kemungkinan usaha bisnis yang menarik.”

Mereka akhirnya mendapatkan banyak respon balasan dari ribuan pelamar. Mulai dari tawaran usaha bola golf, sepeda es buatan eropa, dan bermacam bisnis lainnya. Roberts dan Rosenman akhirnya pusing dan menyerah. Mereka menghapus impian produksi acara televisi dan segera beralih pada sektor usaha wiraswasta. “Bagaimanapun, kita telah menjadi karakter dalam show kita sendiri,” kata Rosenman sedih.

Di waktu yang sama, Lang dan Kornfeld sedang mencari modal untuk bikin festival musik dan studio rekaman. Mereka belum pernah sekalipun membaca iklan yang dipasang oleh Roberts dan Rosenman. Hingga suatu kali pengacara mereka merekomendasikan Lang dan Kornfeld untuk segera menemui dua pemuda kaya-raya tersebut.

* * * * *

Ke-empat pemuda itu bertemu untuk pertama kalinya pada bulan Februari 1969. “Kami bertemu di apartemen mereka di 83rd Street,” kisah Lang. “Mereka seperti dua pemuda yang naif. Mereka berpakaian sangat rapi, memakai jas dan kemeja. Artie yang banyak berbicara saat itu, sebab mereka tampaknya bingung dengan wacanaku. Mereka cukup penasaran dengan isu budaya tandingan, dan tampak sangat tertarik dengan proyek ini. Mereka menginginkan sebuah proposal tertulis yang sayangnya tidak kami bawa saat itu. Lalu kami sampaikan bahwa pada pertemuan selanjutnya akan kami siapkan lengkap dengan anggarannya.”

Pada pertemuan kedua, Lang menyodorkan anggaran dana untuk proyek Woodstock sebesar 500.000 dollar AS dengan target 100.000 penonton. Mereka berempat mulai bersemangat akan proyek ini. Pembahasan makin menjurus pada hal-hal tehnis dan operasional konser.

Hingga akhirnya pada pertemuan ketiga di bulan Maret 1969, proyek pertunjukkan rock & roll terbesar itu resmi diketok. Mereka berempat sepakat untuk bekerjasama dan membikin Woodstock Ventures Inc, dimana masing-masing memiliki saham sebesar 25 persen.

Sebenarnya ini termasuk proyek nekat. Di antara mereka berempat hanya Lang yang pernah memiliki pengalaman dalam produksi konser musik. Ia pernah ikut membidani lahirnya Miami Pop Festival (1968), suatu festival musik yang berlangsung selama dua hari dan sukses menarik 40.000 penonton.

Roberts yang merupakan lulusan University of Pennsylvania akan lebih banyak menyuplai dana, karena ia adalah jutawan pewaris pabrik farmasi. Pengalamannya akan musik sangatlah minim. Bahkan ketika itu ia mengaku hanya sekali menonton pertunjukan musik, yaitu konser The Beach Boys.

Sedangkan Joel Rosenman adalah pemuda yang baru lulus dari sekolah hukum di Yale. Pada tahun 1967 ia sempat pegang gitar dan mengamen bersama sebuah band lounge dengan berkeliling motel mulai dari Long Islands sampai Las Vegas.

Hingga hari ini, ke-empat orang itu tidak pernah sepakat tentang siapa sebenarnya yang datang dengan konsep orisinil konser Woodstock. Lang dan Kornfeld mengatakan bahwa Woodstock memang sejak awal direncanakan sebagai suatu festival musik terbesar yang pernah ada. Lang bahkan mengaku telah memulai pencarian lahan pertunjukan sejak musim gugur 1968, jauh sebelum ia bertemu ketiga partnernya yang lain.

Sedangkan Roberts dan Rosenman menyatakan bahwa mereka berdua yang melatarbelakangi festival tersebut. Sebab awalnya Lang dan Kornfeld lebih tertarik untuk investasi di bidang studio rekaman, dengan sebuah pesta pribadi yang mengundang para kritikus rock & roll serta pihak eksekutif perusahaan rekaman.

Roberts dan Rosenman lalu memilih gagasan pesta dan sedikit merubahnya menjadi konser musik rock. “Kami berempat telah bersepakat,” ujar Rosenman. “Bahwa kami akan membuat sebuah pesta besar, dan keuntungannya digunakan untuk membuat studio rekaman.”

* * * * *

Woodstock Ventures kemudian mencari tempat sebagai lokasi pertunjukan. Mereka sempat menemui sejumlah agen real estate untuk menemukan lahan yang bisa disewa dalam jangka pendek. Lang dkk ketika itu ditawari sebuah lahan milik Howard Mills, Jr seharga 10,000 dollar AS yang terletak di daerah Town of Wallkill.

“Saat itu hari Minggu di akhir bulan Maret,” ujar Rosenman. “Kami pergi ke Wallkill dan melihat sebuah kawasan industri. Kami lalu berbicara dengan Howard Mills dan mulai mencapai beberapa kata sepakat.”

Meski Wallkill sebenarnya masih kurang ideal untuk rencana konser mereka. “Sayang, atmosfirnya kurang tepat. Wilayah itu adalah kawasan industri,” ujar Roberts agak ragu. “Tapi setidaknya kita telah memiliki kepastian lahan untuk Woodstock.”

Mills Industrial Park yang seluas 300 hektar itu sebenarnya memiliki akses yang sempurna. Jaraknya tidak sampai satu mil dari Route 17, jalur utama transportasi penghubung New York State. Tempat itu juga mempunyai sarana yang lengkap, termasuk saluran listrik dan air. Meski sebenarnya lahan itu termasuk zona wilayah industri, namun ijin yang diajukan Lang dkk adalah untuk pelaksanaan konser musik dan eksibisi budaya.

Rosenman ditugasi melobi pihak pemerintah setempat. Ia mengatakan bahwa pertunjukan ini hanya akan dimeriahkan oleh band jazz dan musisi folk saja, serta paling banyak hanya meraup 50.000 penonton. Namun seorang pejabat daerah, Jack Schlosser, sempat curiga akan rencana tersebut. Ia kurang yakin dengan perhitungan penyelenggara, dan menganggap Rosenman sedang mengada-ada serta tidak tahu apa yang sebenarnya mereka kerjakan.

Sementara itu, Lang bersama Kornfeld mulai merancang konsep, imej dan nilai-nilai luhur yang akan ditiupkan Woodstock. Sejalan dengan atmosfir budaya, sosial dan politik yang terjadi di AS saat itu, mereka merasa cukup penting untuk menebarkan topik kebebasan dan perdamaian sebagai isu utama dalam pertunjukan ini.

Sejak awal April 1969, mereka sudah menyebarkan promosi dan iklan ke berbagai media, termasuk majalah Rolling Stone dan Village Voice. Harian The New York Times dan The Times Herald-Record juga memuat iklan Woodstock di edisinya bulan Mei.

Bagi Kornfeld, Woodstock bukan sekedar panggung besar, aksi musisi terkenal atau tiket yang laris terjual bak kacang – event ini merupakan wujud kebebasan berpikir, suatu kejadian yang akan selalu mempengaruhi wacana sebuah generasi.

Publisitas Woodstock selalu dirancang dengan menyajikan simbol-simbol budaya tandingan, lengkap dengan kampanye perdamaian serta menolak segala bentuk kekerasan. Mereka mencanangkan kalimat “Three Days of Peace and Music” sebagai slogan festival ini.

Poster orisinil Woodstock dibuat oleh seorang seniman bernama Arnold Skolnick. Logo Woodstock awalnya bergambar seekor burung kucing (catbird) yang bertengger pada sebuah suling. “Waktu itu saya memang senang menggambar burung kucing. Namun setelah mengetahui festival itu disebut dengan Arnold Skolnick Three Days of Peace and Music, saya akhirnya memakai merpati. Suling juga saya tukar dengan gitar,” tutur Skolnick.

Satu pekerjaan penting lainnya adalah mencari musisi agar mau tampil di Woodstock. Musisi pertama yang dikontak Lang adalah Melanie Safka. Saat ditawari dengan entengnya Safka langsung menjawab, “Oh tentu.” Namun, belakangan Safka sangat terkejut karena Woodstock ternyata bukanlah festival kecil seperti yang dia bayangkan sebelumnya.

Sedangkan untuk mem-booking musisi dan band besar yang dibutuhkan oleh Lang dkk saat itu adalah kredibilitas. Mengingat nama mereka masih baru dan belum berpengalaman maka hanya ada satu cara untuk meyakinkan, yaitu dengan menawarkan bayaran terbesar bagi musisi tersebut.

Jefferson Airplane yang biasanya paling mahal di-booking sebesar 6.000 dollar AS, ditampar dengan tawaran 12.000 dollar AS. Hal yang serupa juga dilakukan pada Creedence Clearwater Revival (11.500 dollar AS) dan The Who (12.500 dollar AS). “Kami harus menggaet tiga band besar dan saya tak peduli berapa harganya. Jika mereka minta 5.000 dollar AS, kasih saja 10.000 dollar AS. Ini namanya kredibilitas,” tegas Lang.

* * * * *

Suatu hari di antara akhir April atau awal Mei 1969, Allan Markoff (24 tahun) melihat dua orang asing berjalan memasuki tokonya. Mereka adalah Lang beserta Stan Goldstein (35 tahun). Goldstein adalah teman lama Lang yang pernah terlibat dalam Miami Pop Festival 1968, dan menjadi koordinator urusan camping ground untuk Woodstock nanti.

“Mereka datang dan ingin tata suara untuk sekitar 50.000 sampai 150.000 penonton. Sampai tahun 1969, tidak pernah ada konser yang dihadiri lebih dari 50.000 orang. Mereka gila!” tukas Markoff.

Pilihan mereka pada Markoff disebabkan karena ia satu-satunya sound engineer lokal yang tercatat dalam majalah Audio Engineering Society. Markoff sendiri sudah memulai usaha toko peralatan audio-nya sejak tahun 1966 di Middletown.

Markoff masih ingat karakteristik sound yang dinginkan Lang dkk saat itu. Mereka minta dalam level amplifier yang paling rendah sekalipun harus mampu membuat sakit telinga pada penonton yang berdiri di depan speaker dalam jarak kurang dari 10 kaki!

Sementara Rosenman dan Roberts terobsesi akan dokumentasi film yang bisa menggambarkan aktifitas akhir pekan suatu konser musik. Jauh sebelum Woodstock, dokumentasi rock berarti hal yang tidak penting serta profit yang kecil. Namun video Monterey Pop yang baru dirilis tahun 1968 telah mampu mencapai boxoffice, dan memberi motivasi untuk pembuatan film sejenis.

Mereka menjatuhkan sasarannya pada sutradara berbakat Michael Wadleigh (27 tahun). Wadleigh saat itu telah memiliki reputasi sebagai sutradara dan kameramen untuk sejumlah film independen. Ia sudah banyak merekam kehidupan jalanan dan budaya di era ’60-an, serta pernah membuat film otobiografi tokoh-tokoh penting seperti Martin Luther King Jr, Bobby Kennedy dan George McGovern.

* * * * *

Masyarakat Wallkill sudah dapat mengidentifikasi proyek Woodstock ini. Gambaran sebuah konser rock bagi mereka adalah pemandangan kaum hippies, keributan dan lingkaran drugs. Dalam benak mereka, rambut panjang dan gaya hippies yang eksentrik selalu di-asosiasikan dengan arus politik sayap kiri atau pengguna obat terlarang. Penduduk pun mulai protes serta menolak rencana pesta barbar tersebut.

Pada bulan Juni 1969, Goldstein diutus hadir dalam rapat daerah yang membahas rencana Woodstock. Masalah mulai merebak, pihak birokrat dan warga setempat menyatakan penolakannya atas rencana konser tersebut. Imbasnya terkena pada sang pemilik lahan, Howard Mills, yang mulai sering diintimidasi. Ia sering mendapat teror telpon gelap dan diancam akan dibakar rumahnya. Bahkan tetangga sekitarnya mulai ikut menyalahkan dan memusuhi keluarga Mills.

Sementara itu publikasi Woodstock sudah beredar luas. Iklannya termuat di koran-koran, majalah dan stasiun radio di seputar Los Angeles, San Francisco, New York, Boston, Texas dan Washington, D.C. Tiketnya yang seharga 8 dollar AS per-hari dan 24 dollar AS untuk terusan tiga hari pertunjukan bahkan sudah bisa dipesan publik.

Namun konflik antara Woodstock versus birokrat lokal telah mencapai babak akhir. Pada tanggal 15 Juli 1969, pemerintah daerah Wallkill secara resmi melarang festival Woodstock dilangsungkan di wilayahnya. Alasannya karena rencana penyelenggara dianggap belum lengkap dan persyaratannya masih kurang.

“Saya benci Wallkill,” tegas Lang. Sejak awal ia sebenarnya merasa kurang yakin akan kondisi Wallkill. Daerah itu dianggap tidak cocok dengan nuansa ‘Back To The Land’ yang ingin mereka jual pada calon penonton. Apalagi Wallkill mulai diselimuti berbagai konflik politis dan sosial yang akan sangat berpotensi mengundang keributan. Mau tidak mau mereka musti mencari alternatif tempat yang lain.

* * * * *

Seorang seniman gay, Elliot Tiber, mendengar kabar bahwa festival Woodstock mengalami masalah di Walkill. Ia segera menelpon kantor Woodstock Ventures Inc dan langsung berbicara dengan Lang. Tiber coba menawarkan relokasi tempat konser dengan bantuan ijinnya.

Tiber adalah pengelola motel El Monaco yang sudah ia operasikan selama 12 tahun. Selama itu Tiber selalu mengijinkan berbagai pertunjukan musik dan seni untuk diadakan di lahannya. Ia bahkan merubah kasinonya menjadi sinema underground, tempat bagi penggiat sinema amatir untuk memulai dan belajar tentang bisnis film secara cuma-cuma.

Tiber merupakan warga Bethel yang sangat antusias dengan segala hal yang berbau seni. Namun tidak seorang pun di wilayah tersebut yang merespon baik aktifitasnya. Warga setempat terlalu sibuk membenci Tiber beserta kumpulan hippies-nya yang dianggap gerombolan kaum nomaden, homoseksual, dan lesbian.

Sejak awal Tiber sudah berniat membantu merealisasikan proyek Woodstock yang dicetuskan Lang dkk. Apalagi jabatannya sebagai President of the Bethel Chamber of Commerce selama beberapa tahun tentu akan melancarkan proses realisasi festival itu. Ia bahkan siap merelakan 15 hektar tanahnya untuk dipakai sebagai tempat pertunjukan.

Namun Lang menganggap lahan milik Tiber masih terlalu sempit dan sarananya kurang lengkap. Seketika Tiber teringat pada sobatnya si penjual susu, Max Yasgur, yang memiliki lahan paling luas di daerah itu. “Oh ya, kenapa kita tidak melihat tanah teman saya, Max Yasgur? Orang ini sudah lama menjual susu dan kejunya kepada kami. Ia memiliki tanah pertanian yang luas di daerah Bethel!…” seru Tiber.

Lahan itu digambarkan Tiber mirip seperti sebuah ampitheatre alam dan hanya dipenuhi sapi-sapi yang berkeliaran. “Saya yakin Max bisa memindahkan sapi-sapi itu ke dalam pekarangan rumahnya untuk sementara. Selama ini Max selalu mendukung teater kami. Dia juga suka musik. Ayo, mari kita tanyakan padanya!” ujar Tiber bersemangat.

Max Yasgur dikenal sebagai warga yang baik dan terpercaya di daerah Sullivan County. Ia pernah kuliah di New York University dan belajar hukum real estate. Sekitar tahun ’40-an ia kembali mengurusi tanah warisan keluarganya di daerah Maplewood, yang kemudian ia jual dan memutuskan pindah ke Bethel. Sepanjang tahun ‘50 hingga ’60-an Yasgur telah berhasil membangun industri susu yang terbesar di wilayah Sullivan County.

“Oh, ada apa ini Elliot? Apakah festivalmu tidak berjalan lagi?” jawab Yasgur gusar saat dikabari Tiber bahwa ada orang yang berminat menyewa tanahnya sebesar 50 dollar AS per-hari untuk sebuah festival yang akan dihadiri 5000 orang. Saat itu Yasgur belum bisa memutuskan dan menyuruh mereka datang melihat lokasinya terlebih dahulu.

Tidak lama kemudian, Lang dan Tiber sudah berdiri di atas tanah Yasgur. “Ajaib, ini sempurna! Ada sebuah danau pada latar belakangnya!…”, seru Lang girang setelah melihat sendiri lahan luas milik keluarga Yasgur. Negosiasi harga langsung dibicarakan saat itu juga.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, Lang dan Tiber membawa anggota panitia lainnya dengan mengendarai 8 buah limosin untuk melihat lahan baru calon lokasi Woodstock. Yasgur cukup terpesona dengan penampilan mereka, hingga dalam sekejap ia langsung menaikkan harga sewa lahannya. Negosiasi berjalan cukup alot dan menghasilkan kesepakatan harga yang mereka rahasiakan sampai sekarang.

Pada tanggal 20 Juli 1969, stasiun radio WVOS yang sudah mengetahui rumor tersebut langsung menyiarkan kabar perpindahan lokasi Woodstock ke daerah White Lake. Masyarakat setempat juga sudah mendengar berita itu dan menyebutnya sebagai ‘Woodstock Hippie Festival’.

Belajar dari pengalaman birokrasi di Wallkill, Lang dkk tidak ingin gegabah lagi. Mereka menegaskan pada pemerintah daerah Bethel bahwa festival ini hanya akan meraup paling banyak 50.000 penonton. “Ya, terpaksa saya harus memanipulasinya,” ujar Lang tentang prediksi jumlah penontonnya. ”Sebenarnya saya merencanakan ini untuk seperempat juta orang, tapi kami tidak ingin membuat masyarakat menjadi khawatir.”

* * * * *

Lang dkk kembali melanjutkan perburuan band dan musisi untuk Woodstock. Sejak awal mereka menganggarkan 15.000 dollar AS untuk setiap musisi. Sejumlah nama sudah dipegang dan sepakat, namun pihak manajemen Jimi Hendrix ternyata meminta lebih. Hendrix memang yang termasyhur saat itu. Dalam sebuah show-nya di California, sang dewa gitar itu bahkan dibayar 150.000 dollar AS.

“Lalu kami tawarkan 32.000 dollar AS untuk Hendrix. Dia akan jadi headliner yang menutup Woodstock. Akhirnya dia sepakat dengan harga tersebut.” Ujar Rosenman yang terpaksa merahasiakan kesepakatan nominal itu. “Kami katakan pada yang lain bahwa Hendrix akan bermain dua set dengan harga masing-masing 16.000 dollar AS. Kami harus melakukan (kebohongan) ini, atau Airplane akan minta lebih dari 12.000 dollar AS.”

Lang segera menyiapkan kontrak untuk semua musisi penampil. Joan Baez akan bermain di hari pertama, Jum’at 15 Agustus. Musik rock & roll disediakan hari khusus sepanjang Sabtu dan Minggu. Satu-satunya aksi Hendrix adalah sebagai penutup Woodstock, dan tidak akan ada musisi lain yang tampil setelahnya. Total Lang dkk menghabiskan 180.000 dollar AS hanya untuk anggaran honor musisi dan band.

Bob Dylan adalah satu-satunya musisi terkenal yang belum masuk dalam kontrak mereka. Saat itu Lang yakin bahwa Dylan akan datang dengan sendirinya, sebab kelompok musik pendukungnya, The Band, sudah dipastikan akan tampil di Woodstock. Apalagi rumah Dylan terbilang cukup dekat, hanya 70 mil dari Bethel.

Beberapa pekan sebelum festival, Lang bersama Bob Dacey malah sempat mendatangi rumah Dylan di Ulster County. “Kami mengobrol selama beberapa jam. Saya mengundangnya ikut dalam konser, tapi ia akhirnya tidak pernah datang. Apa alasannya, saya tidak tahu.” tutur Lang.

* * * * *

Penduduk Bethel bukannya tidak tahu kekhawatiran masyarakat Wallkill sebelumnya akan festival ini. Problem kaum hippies, drugs, lalu lintas dan air tetap menjadi topik protes mereka. Lang dkk akhirnya memilih untuk membayar segala pungutan bahkan termasuk menyuap pejabat lokal agar proses ijin konser berjalan lancar, dan mendapat restu dari birokrat maupun masyarakat setempat.

Seorang penduduk Bethel, Abe Wagner (61 tahun) mendapat kabar bahwa tiket Woodstock sudah terjual sebanyak 180.000 lembar. Padahal festival itu masih akan digelar dua minggu lagi. Ia segera mendekati masyarakat setempat untuk mencari dukungan protes dan membuat petisi penolakan festival Woodstock.

Ketika itu Wagner takut bakal terjadi migrasi kaum hippies besar-besaran dan menimbulkan kerusuhan di Bethel. Ia lebih khawatir lagi setelah membaca iklan di majalah yang menulis ; ‘Datanglah ke Woodstock dan lakukan apa yang kamu suka tanpa ada yang menghalangimu!’

Sebagian penduduk bahkan siap menempuh jalur hukum untuk membatalkan festival tersebut. Namun 800 orang yang telah menandatangani petisi penolakan itu merasa dikecewakan oleh pejabat daerah Bethel, Daniel J. Amatucci, yang tidak menggubris surat protes mereka.

“Amatucci tidak memberitahu kami hingga seminggu sebelum festival,“ ingat Wagner. “Ia hanya berbalik dan membuangnya ke tempat sampah tanpa menyimaknya sama sekali.” Namun Amatucci mengaku telah membaca surat itu, dan ia hanya mengatakan pada Wagner bahwa semuanya sudah terlambat.

Tekanan, intrik dan protes makin menghantam kubu Lang dkk. Di awal Agustus 1969, Tiber mendapat telpon gelap dari seseorang yang mengancam kelangsungan konser dan nyawa para penyelenggara. Ia yakin teror yang kotor itu berasal dari golongan anti semit dan anti hippies.

* * * * *

Sepekan sebelum festival, lahan pertanian Yasgur tidak tampak seperti sebuah venue pertunjukan musik. “Mereka seperti sedang membangun rumah besar, yang lengkap dengan landasan helikopter,” ujar Art Vassmer, seorang pria pemilik toko serba ada di Bethel.

Sementara Goldstein menjajaki kerjasama dengan The Hog Farm, sebuah komunitas para indian peternak babi di California yang dipimpin oleh Hugh Romney alias Wavy Gravy. Rencananya, The Hog Farm akan dijadikan pemandu sekaligus panutan bagi penonton Woodstock berkaitan dengan aktifitas di camping ground.

“Kami butuh kelompok tertentu yang bisa diteladani penonton. Kami percaya bahwa gagasan tidur di alam terbuka akan sangat atraktif bagi orang-orang. Sekalipun kami sadar mereka yang datang belum pernah tidur beratapkan bintang sepanjang hidup mereka. Kami akan membuat sebuah pengalaman istimewa yang bisa mereka bawa pulang dan akan selalu menjadi kenangan.” ujar Goldstein.

Pada tanggal 7 Agustus 1969, Lang dkk mencoba menarik hati penduduk Bethel. Di saat pangung utama sedang dibangun, panitia mengadakan pertunjukan gratis untuk penduduk setempat. Grup band rock, Quill diundang tampil menghibur masyarakat yang duduk bergerombol di atas rumput.

Kelompok teater Earthlight juga ikut beraksi dalam ‘pesta rakyat’ tersebut. Mereka tidak memainkan karya klasik seperti Shakespeare atau yang lainnya. Earthlight malah menyajikan komedi musikal berjudul Sex, Y’all Come yang banyak mengumbar penari telanjang, dan membuat penonton shock.

Di waktu yang sama, sekelompok oposisi tetap bersikeras mencari strategi untuk menghentikan Woodstock. Mereka merencanakan bikin aksi barikade manusia di sepanjang jalan sebelum festival tersebut digelar.

Tiber yang mendengar bocoran informasi tersebut langsung menuju sebuah stasiun radio nasional. Di sana ia mengabarkan bahwa ada sebagian pihak yang akan mengganggu festival ini, namun (calon) penonton tidak perlu khawatir sebab Woodstock dijamin akan terus berjalan.

“Saya tidak dapat tidur nyenyak. Sekitar jam dua pagi saya terbangun karena mendengar bunyi klakson dan gitar. Saat itu masih Selasa pagi. Saya melihat ke luar dan ternyata penonton sudah mulai berdatangan.” kata Tiber yang semakin yakin bahwa Woodstock akan tetap berlangsung.

* * * * *

Saat persiapan Woodstock sudah mencapai tahap final, Kornfeld mulai memberi tawaran yang tidak dapat ditolak pada perusahan film Warner Brothers. Dua hari sebelum festival mereka telah bersepakat untuk memproduksi video Woodstock.

Kornfeld mengaku ia hanya butuh 100.000 dollar AS untuk membiayai produksi film yang ‘diperankan’ oleh Woodstock itu sendiri. Ia ingin segala bentuk akting, cahaya, dialog dan plot adalah orisinil apa adanya yang terjadi di festival tersebut.

“Michael Wadleigh sedang menunggu di lokasi konser bersama (Martin) Scorsese,” kisah Kornfeld. “Yang mereka butuhkan adalah uang untuk produksi film. Surat kontrak akhirnya ditulis tangan dan saya tandatangani bersama Ted Ashley (Warner Brothers).”

Kornfeld lalu meyakinkan Wadleigh, “Sebentar lagi akan ada ratusan ribu orang di sekitar lokasi ini. Kamu hanya perlu ambil gambar dengan biaya 100.000 dollar AS dan kamu mungkin akan menghasilkan jutaan dollar. Kalaupun (konser) berubah menjadi rusuh, kamu tetap akan menghasilkan karya dokumenter terbaik yang pernah dibuat.”

Wadleigh langsung menyiapkan sekitar 100 kru dari New York Film Scene, termasuk calon sutradara terkenal Martin Scorcese. Ia merancang skenario Woodstock sebagai sebuah perjalanan sejarah bagi para hippies yang mengkritik Perang Vietnam. Ia juga akan menggambarkan kondisi kehidupan penduduk lokal di sekitar lokasi festival.

Wadleigh ingin menjadikan rock & roll sebagai eksperimentasi sikap atas kondisi sosial dan politik yang terjadi di masa itu. Ia akan mengambil gambar dan frame yang bervariasi agar video-nya lebih berkesan, dan tidak sekedar menampilkan hura-hura musik atau pesta hippies semata. Wadleigh bahkan bersedia mengorbankan tabungannya sebesar 50.000 dollar AS untuk membuat film itu sebaik-baiknya.

* * * * *

Kamis siang, 14 Agustus 1969, jalan-jalan sudah mulai ramai dan padat. Kemacetan lalu lintas yang masif terjadi sepanjang puluhan mil dari lokasi pertunjukan. Tentu saja, mereka adalah calon penonton Woodstock yang datang dari berbagai belahan AS.

Hari itu lokasi pertunjukan juga sudah dipenuhi lebih dari 25.000 orang. Penyelenggara mulai panik dan segera menambah jumlah sarana seperti dapur, saluran air serta toilet darurat. Mereka juga merekrut tambahan personil sebagai petugas medis dan sekuriti. Setiap panitia ditandai dengan secarik kain di lengan dan password rahasia yang berbunyi ‘I Forget’.

Sejumlah kios merchandise juga mulai dibuka untuk publik. Mereka menjual berbagai macam souvenir khas kaum hippies serta atribut dengan simbol dan slogan kontrakultura. Sebagian kru panitia juga membangun panggung alternatif yang berukuran lebih kecil daripada main stage.

Ken Babbs, pemimpin komunitas Pranksters yang direkrut membantu pelaksanaan Woodstock, bertugas menjadi MC di panggung kecil yang terbuka bagi siapa saja yang ingin tampil. Perangkat sound system yang dipakai di panggung tersebut merupakan pinjaman dari grup band The Grateful Dead.

Ketika itu rakyat AS masih larut dalam euforia perayaan pesawat ulang-alik Apollo 11 yang berhasil mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di bulan. “Di saat (astronot) Neil Armstrong berhasil membuat langkah besar bagi umat manusia, di sini kami juga sedang membuat langkah raksasa untuk (bangsa) Woodstock, ” tegas Babbs.

* * * * *

Ide gila, obsesi nekat dan kerja keras yang revolusioner itu akhirnya terwujud. Festival Woodstock resmi digelar mulai hari Jum’at tanggal 15 Agustus 1969 tepat pukul 17.07 waktu setempat, dan tidak pernah berhenti sampai Senin siang tanggal 18 Agustus 1969 di Sullivan County, Bethel, negara bagian New York, AS.

Sederet musisi beraksi di atas panggung dan memimpin ‘ritual rock & roll’ bagi ratusan ribu penonton – mulai dari Joan Baez, Ravi Shankar, Santana, Grateful Dead, CCR, Janis Joplin, The Who, Jefferson Airplane, Joe Cocker, Johnny Winter, hingga ‘sang malaikat’ Jimi Hendrix.

Selama empat hari, venue itu menjadi sebuah ‘negara mini’ dengan populasi 450.000 orang penduduk bangsa Woodstock. Mereka bergandengan tangan melancarkan gagasan kontakultur serta menghalalkan kebebasan berpikir, narkotika dan cinta. Di sana mereka telah menyimpulkan wacana kebersamaan, serta standar hidup yang damai, jujur dan anti kekerasan.

Festival yang menghabiskan biaya lebih dari 2,4 juta dollar AS itu membuat kemacetan lalu lintas yang parah di negara bagian New York. Hal itu bikin penduduk marah besar dan pemerintah setempat bersumpah tidak akan pernah lagi mengijinkan pertunjukan sejenis.

Selama Woodstock berlangsung, 5.162 orang terpaksa menjalani penanganan medis, beserta 797 pengguna narkotika yang harus dirawat. Meski tidak ada perempuan yang melahirkan, namun telah terjadi delapan kasus aborsi. Dua orang meninggal karena overdosis, dan seorang lagi tewas tergiling traktor yang supirnya tidak pernah diketahui sampai sekarang.

Woodstock memang terbilang sukses dan fenomenal, namun Lang dkk rugi besar hingga 1,3 juta dollar AS. Enam bulan setelahnya, Roberts dan Rosenman membeli saham milik Lang dan Kornfeld masing-masing senilai 31.240 dollar AS. Empat pemuda nekat penggagas Woodstock itu kemudian membubarkan diri dan berpisah.

* * * * *

Menurut ahli sejarah kontemporer AS, Bert Feldman, Woodstock adalah sebuah kejadian sejarah, sebuah bagian dari leksikon kultural. Seperti halnya Watergate yang dianggap puncak krisis kepercayaan nasional, atau Waterloo sebagai simbol kekalahan pahit bangsa Amerika.

Woodstock merupakan episode akhir dari hedonisme generasi bunga pada masa serba boleh di akhir dekade 1960-an. Festival tersebut layak diukir sebagai salah satu tonggak kultur pop yang coba mendobrak tradisi konservatif atas nama kontrakultur.

Lebih daripada itu, Woodstock akan selalu menjadi fenomena klasik dalam sejarah rock & roll. Sama seperti yang dituturkan Feldman, “Woodstock adalah peristiwa yang hanya terjadi satu kali sepanjang hidup kita. Ia adalah kenangan kenangan terbaik, dan juga kenangan terburuk. Ia adalah sebuah pengalaman kebudayaan yang tidak akan pernah terjadi lagi.”

source : http://sesikopipait.wordpress.com/2012/07/18/sebuah-perjalanan-menuju-woodstock/

By khairurrozikin14 Posted in Music

Gugun Blues Shelter

Gugun_Blues_Shelter_Logo

Gugun Blues Shelter, atau Gugun and The Blues Shelter (seringkali disingkat GBS) adalah band Indonesia ber-aliran blues, yang dibentuk Jakarta, Indonesia, pada tahun 2004. Para anggotanya saat ini antara lain Gugun (gitar), Jono (bass) and Bowie (drum). Merka telah merilis tiga album, Get The Bug (2004), Turn It On (2007) dan Gugun Blues Shelter (2010).

Grup musik ini terbentuk pada tahun 2004 untuk bermain di blues bars di Jakarta. Mereka telah bermain di jazz clubs dan festival. Mereka ter-inspirasi oleh Jimi Hendrix, Stevie Ray Vaughan, Betty Davis, dan Led Zeppelin. Pada awalnya, nama dari band ini adalah The Blues Bug, yang mana akhirnya diganti menjadi Blue Hand Gang, dan selanjutnya menjadi Gugun Blues Shelter. Mereka mengganti nama band mereka karena sebuah band asal Yunani telah memakai nama Blues Bug selama sepuluh tahun.

Pada akhir 2004, mereka merilis album independen pertama mereka, Get the Bug. Musisi yang tampil di dalam album ini antara lain Gugun, Jono, dan Iskandar.

Di awal 2007, tmereka merilis album kedua, Turn It On, oleh Sinjitos Records. The album was voted as one of the best Indonesian albums of 2007 by Rolling Stone Indonesia. Album ini juga dipilih sebagai “The number one blues album of the year”, dengan Gugun yang terpilih sebagai Gitaris blues terbaik se Asia Tenggara, pada tahun 2007 oleh MTV Trax Magazine.

Bowie bergabung dengan band pada tahun 2007 (or 2008), menggantikan Iskandar pada drum.

Pada tahun 2010, mereka secara independen merilis album dengan nama mereka sendiri sebagai pengganti terhadap album Set My Soul on Fire mereka, yang batal rilis menyusul konflik dengan label mereka.

Pada tahun 2011, Gugun Blues Shelter dipilih oleh juri melalui pemilihan online dari para fans untuk memenangi Kompetisi the Hard Rock Café’s Global Battle Of The Bands, memperingati Ulang tahun Hard Rock Café yang ke-40. Mereka dijadwalkan untuk tampil pada hari Minggu, 26 Juni 2011 di Hyde Park, bersama dengan Bon Jovi, Rod Stewart dan The Killers.

Album studio
As Deni and Gugun (De Gun)
• De Gun Project (1999)
As Gugun and The Bluesbug
• Get The Bug (2004)
• Turn It On (2007)
As Gugun Blues Shelter
• Gugun Blues Shelter (2010)
• Satu Untuk Berbagi (2011)
As Gugun Power Trio
• Far East Blues Experience (2011-compilation album)
• Solid Ground (2011)
• Soul Shaker (2013)

By khairurrozikin14 Posted in Music

Sedikit tentang Banda Neira

tumblr_md2tu0Cs7u1rzex1n

Ada kata yang melulu diulang dalam setiap penjelasan profil Banda Neira: Iseng, nekat, kurang persiapan, tinggal beda pulau, dan tak bakal ada yang dengar. Tanpa dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi, memang seperti itulah adanya Banda Neira. Awalnya band (keukeuh tak mau disebut duo) ini cuma proyek iseng belaka.

Iseng-iseng di sela-sela pulang kerja dan kerja lagi kami bikin lagu. Lalu Rara yang tadinya tinggal di Jakarta tiba-tiba pindah ke Bali. Sebelum berpisah kami nekat menyewa studio, merekam empat lagu yang kami punya: Di Atas Kapal Kertas, Ke Entah Berantah, Kau Keluhkan, dan Rindu (musikalisasi puisi Subagio Sastrowardoyo).

Empat lagu itu kami rekam dalam enam jam. Di beberapa bagian banyak yang ngaco, tapi cuek lah, kami pikir tak bakal ada yang dengar juga. “Paling yang dengar keluarga Badudu dan anak-anak M edia Parahyangan (MP). Keluargaku sih ga banyak nan, hahaha” kata Rara suatu kali.

Oh iya, sekadar gambaran, keluarga Badudu itu kalau dihitung dari kakek sampai cicit jumlahnya ada 43 orang. Anak MP ya lumayan mungkin ada 40-an juga. Keluarga Rara ga terlalu besar, ada Ibu, Bapa, dan adenya yang adalah musisi beneran yang super jenius. Sisanya eyang-eyang, sepupu dan tante-oom yang kayanya ga gitu ngerti dunia persoundcloud-an, tapi gapapa sih karena Rara punya Ibu yang tiap pagi pasti ngeplay lagu anaknya. Haha.Ya setidak-tidaknya setelah kami rekaman ada lah yang memencet tombol play di lagu Banda Neira nanti.

Kami berdua semula berpikir setelah rekaman ya kami lanjut dengan kehidupan masing-masing. Dan Banda Neira, yaa, susah juga ya sekarang tinggal beda pulau. Jadi sepertinya akan dibiarkan saja setengah vakum, tapi kalau ada ide lagu ya boleh lah dicoba.

Hasil rekaman iseng itu kemudian kami unggah di soundcloud. Wow. Ternyata lumayan banyak juga yang dengar. Agak malu karena kami pikir lagu-lagu itu freak semua.

Ada lagu tentang gadis kecil naik kapal kertas (?), ada yang katanya rindu tapi menyayat seperti belati. Lalu tersesat ke entah berantah yang menuai kritik karena salah dari segi tata bahasa, seharusnya ke antah berantah. Dan terakhir ada surya yang bicara pada manusia malam-malam. Dipikir-pikir surya mana yang muncul malam-malam?

Singkat cerita dugaan awal kami soal pendengar salah total. Ternyata, selain keluarga Badudu, keluarga Rara, dan anak-anak Media Parahyangan, ada juga yang mendengarkan album di Paruh Waktu Banda Neira.

Ekspektasi yang rendah -atau malah tidak ada ekspektasi sama sekali- justru jadi keberuntungan bagi Banda Neira. Kami jadi mudah sekali semangat. Kami masih tak bisa jelaskan bagaimana satu cuit di twitter tentang Banda Neira bisa bikin semangat kerja berhari-hari, dan yang lebih penting adalah semangat bikin lagu baru lagi.

Kemudian kami sepakat meneruskan proyek iseng ini. Tarafnya ditingkatkan sedikit dari iseng ke iseng tapi digarap lumayan serius. Lagu-lagu Banda Neira mendadak jadi banyak. Agustus kami punya empat lagu. Tiba-tiba Desember ada tambahan enam lagu baru. Dan tanggal 26-27 Desember nanti, kami berencana merekam enam lagu itu untuk full album Banda Neira.

Kami juga tak bisa jelaskan tiba-tiba muncul ide bikin blog ini. Sebagaimana adanya Banda Neira, sejak awal semua jalan tanpa rencana. Iinilah blog Banda Neira yang dibikin semata-mata untuk berbagi. Berbagi tentang apapun juga. Sekali-kali ada postingan main-main tentang cerita di balik lagu. Sekali-kali juga mungkin ada postingan agak serius dan bikin alis mengernyit tentang kampanye Hak Azasi Manusia.

Sekali-kali juga boleh kalau ada pendengar atau pembaca yang mau berbagi tulisan atau karyanya di sini. Kami sangat, sangat, dan sangat terbuka. Seperti musik kita, blog ini dibikin untuk berbagi cerita dan kebahagiaan. Cerita nelangsa juga bisa kalau ada, hehe.Dan siapapun tentunya boleh ikut serta.

By khairurrozikin14 Posted in Music

Hippie

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Hippie adalah sebuah kultur yang muncul di Amerika Serikat sekitar tahun pertengahan 1960an. Mereka biasa mendengarkan musik psychedelic rock. Terkadang para hippie menggunaan narkoba dan ganja yang dapat memberikan mereka efek terbang sehingga merangsang imajinasi. Dalam sebuah imajinasi seseorang yang sedang dalam pengaruh narkoba biasanya terlihat hal-hal abstrak penuh warna-warni dan memberikan efek euphoria. Hal tersebut dimanifestokan dalam karya seni psychedelic art kaum hippie. Kaum Hippie ini juga kerap menggunakan pakaian yang berwarna-warni kebanyakan dari teknik ikat celup yang menghasilkan bentuk-bentuk tidak terduga.

Selain kaos dengan motif ikat celup, hippie biasanya menggunakan rompi atau baju dengan aksen rumbai-rumbai yang semakin menambah kesan nyentrik. Tidak ketinggalan ikat kepala yang kaya warna dan kacamata bulat ala John Lennon. Baik pria dan wanita Hippie umumnya berambut panjang dan kadang dibiarkan kusut. Filosofi hidup seorang hippie adalah hidup sederhana. Sedemikian pakaian mereka yang nyentrik namun para Hippie tidak mengenakan alas kaki. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa mereka sangat sederhana dan juga cinta kedamaian. Sering sekali hippie berfoto dengan pose tangan Peace-nya. Memang pada awalnya hippie juga muncul sebagai protes atas peperangan yang sering terjadi, seperti perang Vietnam, dsb.

Bentuk kesederhanaan orang Hippie juga diwujudkan dalam aksi mereka bepergian dari satu tempat dengan tempat lainnya. Hippie sejati biasanya nomaden. Tinggal di dalam mobil. Mobil yang kebanyakan digunakan oleh para hippie adalah mobil Volkswagen Combi. Wujud kreativitas mereka juga dituangkan pada VW Combi mereka yang diberi motif beraneka ragam dan bergaya psychedelic art. Musisi yang terkenal dengan pembawaan Hippienya adalah diantaranya Janis Joplin, Jimi Hendrix, dan band-band seperti The Doors dan Pink Floyd.

Hippies memiliki ciri-ciri lahiriah yang khas berbeda dengan umum, mereka memakai pakaian warna warni yang diilhami halusinasi yang dilihat bila mengisap narkoba jenis Marijuana & LSD. Disamping ungkapan dalam pakaian mereka, terlihat juga dalam karya seni dan musik yang mereka hasilkan. Biasanya mereka hidup menurut kategori umum sebagai ‘urakan’ yaitu berpakaian seenaknya, rambut dibiarkan panjang tak dicukur, laki-lakinya memelihara jenggot, sedangkan yang perempuan berpakaian kuno yang panjang sampai ketumit.

Hippies cenderung hidup menyendiri dalam kehidupan bersama dan berusaha keluar dari kehidupan formal, baik dari sistem kekeluargaan tradisional, pekerjaan, pendidikan, maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Mereka biasa makan secara vegetarian dan memakan makanan yang tidak diolah dan mempraktekkan pengobatan alternatif. Semboyannya: “kembali kepada kehidupan alam bebas.”

Hippies mempopulerkan kehidupan damai dan cinta, anti-perang dengan semboyan mereka yang terkenal, yang berbunyi: “Make Love, Not War.” Mereka juga dijuluki sebagai ‘Flower Children’ (anak-anak bunga). Hippies menganjurkan keterbukaan dan toleransi yang berlawanan dengan sebaliknya yang umum terjadi dalam masyarakat formal yang penuh kompetisi. Mereka secara terbuka mempraktekkan sex bebas, hidup dalam bentuk-bentuk kekeluargaan yang nontradisional seperti dalam commune (komunitas kehidupan bersama dalam kelompok).

Dan salah satu sikap protes mereka adalah protes terhadap agama Amerika yang kala itu didominasikan oleh gereja Kristen yang sudah menjadi gereja kelas menengah. Protes ini dinyatakan dengan membuka diri kepada ajaran-ajaran mistik Timur terutama Buddhisme, mempercayai astrologi, praktek perdukunan lainnya, sampai gereja Setan. Semua ini dikenal sebagai ‘Masa Aquarius’ sebagai lambang datangnya ‘New Age’ (zaman baru).

Gerakan Zaman Baru (New Age Movement) berkembang dari sini sebagai sikap protes terhadap budaya mapan graeco-romawi-western termasuk tradisi Kristen dan modernisme, dan merindukan kembalinya budaya pramodern dengan kekayaan kunonya (terutama mistik timur) yang kemudian dikenal sebagai budaya posmo (post modernism).

Musik Rakyat dan Rock menjadi bagian dari kehidupan generasi bunga ini. Grup band yang terkenal masa itu adalah ‘The Beatles’ dan ‘Rolling Stone.’ Pada tahun 1967, Grup musik Pop ‘The Beatles’ terpengaruh ajaran Buddhisme dan berguru pada Mahareshi Mahesy Yogi dari India dan ikut mempopulerkan budaya Hippies melalui penampilan mereka, termasuk pada tahun itu mereka mengelurkan album ‘Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band’ yang menandakan perubahan mereka dari musik Pop ke Rock, dan secara simbolis mengidentifikasikan The Beatles dengan budaya Hippies. Adapun musisi terkenal lainnya seperti Led Zeppelin, The Doors, Janis Joplin dan Jimi Hendrix.

Puncak gerakan Hippies terjadi di tahun 1967-1969 yang mengkulminasi pada festival musik Woodstock di New York (1969) yang diperkirakan dihadiri oleh setengah juta orang. Budaya Hippies memasuki dunia hiburan teater maupun film dan salah satu film Hippies yang melecehkan kepercayaan Kristen adalah film ‘Jesus Christ Superstar’ karya lirik ‘Tim Rice’ dan musik ‘Andrew Lord Weber.

Pada tahun 1970-an gerakan Hippies sebagai kelompok protes memudar, namun pengaruhnya sebagai budaya kontra meluas ke dalam banyak bidang dan menimbulkan gelombang revolusi sex tahun 1970-an di kalangan generasi muda Amerika maupun Eropah, dan juga mempengaruhi timbulnya gerakan lingkungan hidup dan demokrasi secara umum di Amerika Serikat. Era tahun 1970-an di USA ditandai kebangkitan ‘Rock Superstars’. Pada tahun 1980-an generasi Hiipies digantikan generasi baru yang kembali ingin mencari karier mereka dalam dunia bisnis, pendidikan, maupun politik.

FRAU BERDIALOG DENGAN MUSIK

frau-leilani-hermiasih-0709c4c

Leilani Hermiasih, 21 tahun, melangkah gontai dari tempat parkir Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menuju “kandang” antropologi di sisi belakang fakultas. Begitulah dia dalam keseharian. Hanya mengenakan baju batik dan celana jins hitam serta bersepatu kets butut yang diinjak bagian belakangnya, Lani, panggilan akrabnya, mengerjakan aktivitasnya di kandang—sebutan bangunan perpustakaan dan tempat berkumpul mahasiswa Jurusan Antropologi

Di balik tampilan yang sahaja, ia adalah musisi, pianis andal, penyanyi, serta pencipta lagu yang bisa amat ekspresif saat di panggung. Caranya menyanyikan lagu-lagunya amat berjiwa. Ada 18 lagu yang sudah ia ciptakan sejak masih di bangku sekolah menengah atas. Lagu-lagu dia bercerita tentang kehidupan sehari-hari.

Justru di keramaian, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Suhirdjan-Joan Miyo Suyenaga itu mendapatkan ide untuk lagu-lagunya. Di jalanan yang padat di Jalan Malioboro, misalnya, sambil mengendarai sepeda motor Supra Fit “lungsuran” kakaknya, Lani bersenandung. Jika sudah mendapatkan notasi dan lirik, ia berhenti dan merekam senandungnya dengan telepon seluler bututnya.

Di rumah, Lani, yang menamakan diri Frau—kata dari bahasa Jerman yang berarti madam—untuk kepentingan industri musiknya itu lalu bercengkerama dengan si Oskar, nama piano dinding Yamaha miliknya. Piano buatan 1990-an itulah yang menemani Lani bermain musik. “Oskar itu kan nama identik dengan hal-hal yang kuat, maksudnya piano ini biar tidak gampang rusak,” katanya.
Ruang dialog Lani adalah bicara dengan dirinya sendiri dalam hati. Dialog itu menjadi karya lagu-lagu yang ia ciptakan. Belajar antropologi menambah warna lirik lagunya. Lagu andalannya, Mesin Penenun Hujan, I Am a Sir, Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa, dan Rat and Cat, berbicara tentang hal-hal sepele yang ia temui.

Warna musik yang didominasi piano itu begitu menyentuh. Lani belajar piano sejak kelas I sekolah dasar dan berhenti kursus mulai sekolah menengah pertama. Ia lalu belajar gitar bas.
Beberapa penghargaan ia raih, termasuk dari majalah Tempo dalam kategori Tokoh Seni 2010. Namun ia tidak mau terlena di dunia industri musik. Musik hanyalah hobi. Lani tidak mau industri hiburan mengganggu studinya. Ia bahkan berencana, setelah lulus S-1, melanjutkan ke jenjang S-2.

Sebagai musisi dan penyanyi, Lani mengagumi Chrisye, Vina Panduwinata, dan grup Zoo Band asal Yogyakarta. Untuk penyanyi dunia, ia memfavoritkan Regina Spektor, Joanna Newsom, Feist, Joni Mitchell, Fiona Apple, dan Tom Waits.

Awal rekaman, ia hanya merekam lagu di kamarnya dengan alat sederhana, yaitu komputer jinjingnya. Lalu ada tawaran rekaman di sebuah studio di Jalan Kaliurang, Yogyakarta.
Mencangklong tas kain di pundaknya, ia membawa komputer jinjing, dompet, ponsel, dan keperluan kuliahnya. Tidak mengesankan ia seorang belia yang penuh bakat musik.

Biodata
Nama: Leilani Hermiasih
Kelahiran: Yogyakarta, 2 Mei 1990
Orang tua: Suhirdjan dan Joan Miyo Suyenaga
Saudara: Rio Hermantara (kakak), Mayumi Hersasanti (adik)
Hobi: bermain musik, menggambar
Pendidikan:
l SMA Stella Duce I, Yogyakarta (2005-2008)
l Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM, Yogyakarta (2008-sekarang)

Penghargaan :
l Roland’s Best Creative Commons Music Moments dari Phlow Magazine (2010)
l Lima Konser Istimewa di Daerah Istimewa dari Jakartabeat.net (2010)
l Lima Album Terbaik Indonesia dari Jakartabeat.net (2010)
l Lima Belas Album Terbaik Satu Dekade 2000-2010 dari Jakartabeat.net (2010)
l Top 5 Digital Releases in 2010 oleh Jochen dari Aaahh-Records.net (2010)
l Tokoh Seni 2010 dari Majalah Tempo (2010)
l 20 Album Terbaik 2010 dari Majalah Rolling Stone (2010)

Pengalaman Penelitian:
l Jaringan Kekerabatan dan Kepentingan Ekonomi Petani (Dusun Dranan, Kecamatan Petungkriono, Kabupaten Pekalongan)
l Di Bawah Bayang-bayang Kota (Dusun Silenggak, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan)
l Transformasi Sosial-Budaya di Kalimantan Barat: Dari Ladang ke Perkebunan Kelapa Sawit Kuala Buayan, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

By khairurrozikin14 Posted in Music

Folk Rock

Mungkin, lebih dari 80% di pikiran loe ketika ditanya mengenai Musik Folk, maka yang terbayang adalah Musik Folk Rock, seperti American Folk atau Country.

Bagi loe yang belum mengetahui, musik folk memilki arti yang sama dengan World Music atau Musik Etnik atau Country. Jika menilik kelahiran musik folk, yang jelas tidak bisa ditentukan dengan pasti kapan mereka lahir pertama kali. Karena hampir di setiap sudut tempat di dunia memiliki musik khas (musik ibu/musik etnik) yang sudah lama lahir turun-temurun di setiap tempat di dunia, yang entah sudah berlangsung berapa puluh-ratus generasi dalam tradisi bermusik di setiap daerah di penjuru dunia.

Musik Folk Rock bermunculan di wilayah Amerika, Kanada dan Inggris pada dekade 50 – 60an. Pada era 40an khas dengan hiasan Clean suara gitar elektrik, Kontra Bass, Mandolin, sampai akhirnya di tahun 60an trend memakai gitar dengan 12 senar seperti Roger McGuinn (The Byrds) atau George Harrison (Beatles, di tahun 1964-1965) dan Folk Rock memiliki khas yang sangat kental pada harmoni vokal yang rapat pada kalimat-kalimat dalam lagunya.

Folk Rock yang terkenal kepopulernya, banyak didukung oleh sentuhan Canadian Folk Rock (hasil percampuran American Folk dan Celtic Folk), seperti yang dibawa oleh Bob Dylan, Neil Young, Leonard Cohen, Joni Mitchel dan lain sebagainya.

Setelah tahun 1964 sampai menjelang era 70an musik ini baru berkembang di Inggris. Yang dikenal dengan pionir-pionir mereka seperti Beatles, Pentangle dan Faiport Convention. Musik Folk Rock khas Eropa biasanya mencampurkan aroma musik Folk Rock dengan Folk khas Eropa sendiri, seperti aroma dari Irish Folk, Scott Folk, Cornwall, dan Brittany Folk.

Dan puncak perkembangannya adalah ketika Folk Rock muncul di tengah dunia modern. Musik ini mulai pesat berkembang dan menjadi mainstream-populer di dunia saat itu pada dekade awal 60an sampai akhir 70an. Berasal dari percampuran kultur Folk Amerika, Eropa dipadu dengan clean gitar elektrik yang membawa harum baru di dunia musik. Mereka inilah bibit Folk Rock yang nanti memiliki penerus-penerus di tahun 50an sampai 60an. Di ujung era tahun 1930an sampai akhir 1940an, Amerika mengenal Almanac Singer, The Weaver dan Leadbelly. Konon katanya, mereka adalah nenek moyang dari Folk Rock.

Di tengah dekade 60an sampai tengah dekade 70an, Amerika Serikat. Folk Rock datang sebagai media ekspresi dari pergerakan kaum Hippie yang menjadi budaya populer. New York sebagai pusat Folk Rock-pun mengembangkan sayap dengan cepat ke penjuru dunia, dimulai dari Denver, San Fransisco, Poenix sampai ke penjuru Inggris. Berbeda dengan pembawaan di Musik Pop, Musik Folk Rock lebih menyentuh sisi realita manusia, fantasi hidup, pesan perdamaian, kecintaan pada alam, sampai berbicara mengenai revolusi dan warna kulit di lirik-lirik yang dibawa oleh para seniman Folk Rock.

Perkembangan Musik Folk Rock Modern Setelah Era 60an-70an

– Electrical Folk :
Berkembang di Inggris di akhir tahun 60an, terinfluens oleh musik klasik dan Tradisional Jazz. Perkawinan antara Clean Gitar dan eksperimen struktur pada musiknya. Pentolanan-pentolan yang membawa Elekrical Folk: Pentangle, Steeleye Span.

– Folk Punk :
Berkembangan dari musik folk dan Punk Rock. Berkembang di Inggris pada dekade 80an. Perkawinan antara khas lagu tradisional Irlandia, Folk Rock, dengan bahasan masyarakat modern dan hedonisme. Pentolan-pentolan yang membawa Folk Punk: Andrew Jackson Jihad, Chaptain Chaos, Against Me! dan lain sebagainya.

– Indie Folk :
Tidak jauh berbeda dengan Folk Punk, Indie Folk diambil dari kata Independent, yang tadinya banyak dikelola oleh label-label kecil untuk mendukung seniman-seniman Folk Rock dalam perkembangan bermusiknya. Terinfluens oleh 50’s-60’s Folk Rock, Eksperimental, Punk dan Indie Rock/Indie Pop. Berkembang di dekade 80’s sampai 90’s, perkembangan musik mereka lebih luas dan lebih progressive di banding perkembangan Folk Rock lainnya. Mereka adalah awal dari perkembangan musik yang kita kenal dengan Cutting Edge. Mereka melahirkan genre: Freak Folk, College Rock dan Psychedelic Folk. Pentolan-pentolan yang membawakan Indie Folk, seperti: Kukl (band pertama Bjork), Hayden, The Mountain Goat dan lain-lain.

– Folk Metal :
Berkembang pesat di wilayah Eropa atau wilayah Skandinavia dekade awal 90an, dan berkembang menjadi maensteam sejak awal masuk era tahun 2000an. Folk Metal adalah perkawinan Heavy Metal dan Folk di wilayah Eropa setempat. Metal Folk ini semacam: Celtic Metal (Musik Folk Celtic dipadu Heavy Metal), Oriental Metal (Heavy Metal yang berbau Arabic), Mittelalter Metal (berkembang di Jerman, biasanya khas dengan alat instrumental Bagpipe, Biola, Barrel Organ dan Mandolin).

Folk di Indonesia
Perkembangan Folk khas di Indonesia sendiri masih terjaga dengan mulai banyak penggemar dan bisa diterimanya musik tradisional yang dicampur dengan harum alat musik modern, menunjukkan suatu progress yang baik. Ditunjukkan pentolannya seperti: Vicky Sianipar, Discus, Navicula, Ubiet dan lain sebagainya. Tidak kalah dengan pendahulunya seperti: Krakatau atau Guruh Gipsy yang jaya pada era 70’an hingga 90’an.

Menggeser pengaruh bahwa Folk Indonesia identik dengan Iwan Fals, Ebiet G.A.D, Swami, Franky Sahilatua, Leo Kristi, Mukti-Mukti, Ary Juliant dan musisi-musisi lainnya. Ini adalah kemajuan yang sangat baik di era tahun 2000an. Ya, di Indonesia, untuk Folk yang bernuansa segar lainnya hari ini sedang mengalami peremajaan yang sangat baik.

Banyaknya bermunculan band-band indie yang mengusung tema-tema keseharian dan kritik yang dibalut bahasa yang baik dari musisi Folk yang muda. Ya, tidak lagi selalu dipegang oleh kaum Folk tua dan konsumsi orang tua. Seperti Sore, F.L.O.A.T, Cozy Street Corner dan kawan-kawan Folk muda di masing-masing daerah. Semoga bisa terus menyentil keadaan sekitar! Dan terus bereksplorasi.

By khairurrozikin14 Posted in Music

Janis Joplin

janis_joplin_by_diabla69-d4kilrn

Janis Lyn Joplin (lahir di Port Arthur, 19 Januari 1943 – meninggal di Los Angeles, 4 Oktober 1970 pada umur 27 tahun) adalah penyanyi sekaligus pencipta lagu dan penulis aransemen asal Port Arthur, Texas, Amerika Serikat. Ia mencapai puncak kesuksesan pada akhir tahun 1960-an sebagai penyanyi solo setelah sebelumnya menjadi vokalis Big Brother and the Holding Company. Pada tahun 2004, majalah Rolling Stone menempatkannya di urutan ke-46 dalam daftar 100 Artis Terbesar Sepanjang Masa. Joplin meninggal dunia di Los Angeles akibat overdosis. Joplin memiliki suara mezzo-soprano.

Janis Joplin dilahirkan dari ibu bernama Dorothy East (1913-1998) dan ayah bernama Seth Joplin (1910-1987) Ayahnya adalah seorang insinyur di Texaco sementara ibunya adalah pegawai tata usaha di akademi bisnis. Janis memiliki dua orang adik, Michael dan Laura. Kedua orang tuanya merasa Janis selalu minta lebih diperhatikan dibandingkan kedua adiknya. Ibu Joplin berkata, “Dia tidak bahagia kalau tidak [banyak diperhatikan]. Kalau cuma diperhatikan biasa-biasa saja tidak cukup.”

Sewaktu remaja, ia berteman dengan kelompok berandalan. Salah seorang temannya memiliki album musisi blues Bessie Smith dan Leadbelly. Kedua artis blues tersebut nantinya menjadi inspirasi bagi Joplin untuk menjadi penyanyi. Joplin mulai bernyanyi di paduan suara lokal dan mulai mendengarkan penyanyi-penyanyi blues lain seperti Odetta dan Big Mama Thornton.

Di sekolah, ia senang melukis, dan mulai menyanyikan lagu berirama blues dan folk bersama teman-temannya. Ia hampir-hampir tidak mempunyai teman di Sekolah Menengah Atas Thomas Jefferson. Joplin pernah berkata, “Aku dulunya anak yang canggung. Aku senang membaca dan melukis. Aku tidak membenci orang berkulit hitam.” Sebagai seorang remaja, ia kelebihan berat badan dan dilahirkan dengan kulit yang sensitif. Teman-teman di SMA sering mempermainkannya dan memanggilnya dengan kata-kata yang tidak sopan.

Joplin lulus sekolah menengah atas pada tahun 1960, dan sempat kuliah musim panas di Lamar State College of Technology di Beaumont, Texas sebelum melanjutkan ke Universitas Texas di Austin tapi tidak sampai tamat. Pada tahun 1962, surat kabar kampus memuat cerita tentang Janis Joplin yang diberi judul She Dares To Be Different.

Sebagai seorang pemberontak, idolanya adalah penyanyi blues wanita dan puisi yang ditulis oleh sastrawan era Beat Generation. Bulan Desember 1962, ketika berada di rumah seorang temannya, Janis Joplin merekam lagu pertama, “What Good Can Drinkin’ Do” di sebuah pita kaset. Ia pindah dari Texas pada tahun 1963, dan tinggal di North Beach sebelum pindah ke Haight-Ashbury. Pada tahun 1964, Joplin dan gitaris Jorma Kaukonen (nantinya menjadi anggota Jefferson Airplane) merekam beberapa lagu blues standar. Keduanya ditemani Margareta Kaukonen yang memakai mesin ketik sebagai perkusi. Sesi rekaman tersebut menghasilkan 6 buah lagu: “Typewriter Talk,” “Trouble In Mind,” “Kansas City Blues,” “Hesitation Blues,” “Nobody Knows You When You’re Down And Out,” “Daddy, Daddy, Daddy”, dan “Long Black Train Blues”. Keenam lagu tersebut nantinya dirilis sebagai album bootleg, The Typewriter Tape.

Sejak sekitar tahun 1964, kegemarannya terhadap obat-obat terlarang semakin menjadi dan diketahui sebagai pengguna heroin. Sepanjang kariernya, ia dikenal sebagai peminum berat. Minuman kegemarannya adalah Southern Comfort.

source : http://id.wikipedia.org/wiki/Janis_Joplin

By khairurrozikin14 Posted in Music

Bob Dylan

Bob+Dylan+tip

Bob Dylan (terlahir sebagai Robert Allen Zimmerman lahir di Duluth, Minnesota, Amerika Serikat, 24 Mei 1941; umur 72 tahun) adalah seorang penyanyi-penulis lagu, musikus dan penyair Amerika yang sumbangannya terhadap musik Amerika bertahan lama dan dapat dibandingkan, dalam kemasyhuran dan pengaruhnya, dengan karya-karya Stephen Foster, Irving Berlin, Woody Guthrie, Bruce Springsteen, dan Hank Williams. Tempatnya dalam budaya Amerika dan Eropa pada sepertiga terakhir dari abad ke-20 hingga sekarang memang unik.
Majalah musik Rolling Stone menempatkan Bob dylan dalam urutan kedua pada daftar “Greatest Artists of All Time”. Dylan hanya kalah satu tingkat tepat dibawah The Beatles, padahal sejatinya band yang dipimpin John dan Paul ini termasuk band yang terpengaruh gaya bermusik Dylan dan sering mendengarkan lagu – lagu milik Dylan. Tentu saja penghargaan dari media musik tersebut berkaitan dengan fakta bahwa perjuangan dan dedikasi Bob Dylan di dunia musik sudah sangat panjang serta mengagumkan. Dia adalah musisi mulltidimensional, penyanyi, penulis lagu, sastrawan, dan disc jockey. Dylan bahkan berhasil memprovokasi lahirnya sejumlah genre dalam musik pop, termasuk folk rock dan country rock. Seperti halnya Beatles, Dylan mencampur berbagai jenis musik sehingga hasilnya lebih enak di dengar. Dia adalah vokalis yang sangat berpengaruh sekaligus musisi yang memiliki begitu banyak karakter melalui suaranya. Namun, yang paling mengesankan adalah bagaimana dia dipengaruhi oleh kehidupan yang penuh perubahan.

Bob Dylan lahir dengan nama Robert Allen Zimmerman, (Nama yahudi שבתאי זיסל בן אברהם [Shabtai Zisl ben Avraham]) 24 Mei 1941 di Duluth, Minnesota, dibesarkan di Hibbing, Minnesota, sejak berusia enam tahun. Sebagai seorang anak, ia belajar bermain gitar dan harmonika, membentuk band rock & roll yang disebut The Golden Chord ketika ia masih di SMA. Setelah lulus pada tahun 1959, ia mulai belajar seni di Universitas Minnesota di Minneapolis. Sementara di perguruan tinggi, ia mulai tampil menyanyikan lagu-lagu rakyat di kedai kopi dengan nama Bob Dylan, mengambil nama terakhir dari penyair Dylan Thomas. Karena terinspirasi oleh Hank Williams dan Woody Guthrie, Dylan mulai mendengarkan musik blues di kampus, dan genre ini memberi jalan ke musiknya. Ia menghabiskan musim panas 1960 di Denver, di mana ia bertemu penyanyi blues Jesse Fuller, terinspirasi dibalik cara penulisan lagu yang khas menggunakan harmonika dan gitar. Pada saat ia kembali ke Minneapolis pada musim gugur, ia telah tumbuh secara substansial sebagai seorang pemain dan bertekad untuk menjadi seorang musisi profesional.
Dylan pindah ke New York City pada Januari 1961, segera membuat kesan yang besar pada komunitas rakyat dari Greenwich Village. Ia mulai mengunjungi idolanya Guthrie di rumah sakit, di mana ia perlahan-lahan sekarat dari penyakit Huntington. Dylan juga mulai tampil di kedai kopi, dan karisma yang kasar dia membuat pengikut yang signifikan. Pada bulan April, ia tampil pada pembukaan konser untuk John Lee Hooker di Gerde. Lima bulan kemudian, Dylan tampil konser di tempat lain, yang ditinjau positif oleh Robert Shelton dari The New York Times. John Hammond dari Columbia Records mencari Dylan karena tinjauan yang positif, dan menandatangani penulis lagu ini pada musim gugur 1961.

Hammond memproduseri album debutnya Bob Dylan (dirilis pada Maret 1962), koleksi lagu rakyat dan blues standar yang hanya dua lagu dengan komposisi asli. Selama tahun 1962, Dylan mulai menulis sebagian besar lagu asli, banyak di antaranya adalah lagu-lagu protes politik dalam pikirannya dari Greenwich sezamannya. Lagu-lagu tersebut ditampilkan di album kedua, The Freewheelin’ Bob Dylan. Sebelum rilis, The Freewheelin’ Bob Dylan pergi melalui beberapa inkarnasi. Dylan telah merekam singel rock & roll, “Mixed Up Confusion,” pada akhir tahun 1962, namun manajernya, Albert Grossman, namun dipastikan rekaman itu dihapus karena ia ingin menyajikan Dylan sebagai penyanyi akustik yang ngefolk. Demikian pula, beberapa lagu dengan dukungan band penuh yang direkam untuk Freewheelin’ ditolak sebelum merilis album. Selain itu, beberapa lagu yang direkam untuk album – termasuk “Talking John Birch Society Blues” – dihilangkan dari album sebelum rilis.
Terdiri sepenuhnya dari lagu asli, The Freewheelin’ Bob Dylan membuat dampak besar dalam komunitas folk di Amerika Serikat, dan banyak penyanyi mulai mendaur ulang lagu-lagu dari album. Dari jumlah tersebut, yang paling signifikan adalah Peter, Paul and Mary, yang membuat “Blowin’ in the Wind” menjadi hit pop di musim panas 1963 dan dengan demikian membuat Bob Dylan menjadi nama rumahan yang dikenal. Pada kekuatan mendaur ulang Peter, Paul and Mary dan pertunjukan pembukaanya untuk musisi folk populer Joan Baez, Freewheelin’ menjadi hit pada musim gugur tahun 1963, naik menjadi nomor 23 di tangga lagu. Pada titik itu, Baez dan Dylan menjadi terlibat romantis, dan Baez mulai sering merekam lagu-lagunya. Dylan menulis lagu dengan cepat.
Pada saat The Times They Are A-Changin’ dirilis pada awal tahun 1964, lagu Dylan telah berkembang jauh melampaui rekannya di New York. Sangat terinspirasi oleh penyair seperti Arthur Rimbaud dan John Keats, tulisannya mengambil kualitas yang lebih terpelajar dan menggugah. Pada waktu yang sama, ia mulai memperluas batas-batas musiknya, menambahkan lebih banyak blues dan pengaruh R&B pada lagu-lagunya. Dirilis pada musim panas 1964, Another Side of Bob Dylan membuat perubahan yang jelas. Namun, Dylan bergerak lebih cepat dari apa yang album itu bisa tunjukkan.

Pada akhir 1964, ia telah mengakhiri hubungan romantisnya dengan Baez dan mulai berkencan dengan seorang mantan model bernama Sara Lowndes, yang kemudian menikah. Pada waktu yang bersamaan, dia memberikan rekaman “Mr Tambourine Man” untuk The Byrds merekam album debut mereka. The Byrds memberikan lagu yang mendering, aransemen elekrik, tetapi pada saat itu, singel ini menjadi hit. Dylan sudah menemukan aliran tersendiri, folk rock.
Terinspirasi oleh Invasi Britania, khususnya versi The Animals “The House of the Rising Sun,” Dylan menrekam serangkaian lagu-lagu asli didukung oleh band rock & roll untuk album berikutnya. Sementara Bringing It All Back Home (Maret 1965) masih memiliki sisi akustik, hal ini jelas bahwa Dylan telah berbalik dari musik rakyat. Untuk penonton rakyat, titik sejati tiba pada beberapa bulan setelah album dirilis, ketika ia tampil pada Newport Folk Festival didukung oleh Paul Butterfield Blues Band. Para penonton menyambutnya dengan cemoohan ‘setan’, namun ia diterima oleh komunitas rock & roll. Tur musim semi Dylan di Britania Raya adalah dasar untuk film dokumenter yang disutradarai oleh D.A. Pennebaker Don’t Look Back, sebuah film yang menangkap karisma sang penulis lagu dan pesonanya.

Pengaruh Bob Dylan pada musik populer jumlahnya tak terhitung. Sebagai penulis lagu, ia merintis beberapa “sekolah” yang berbeda dari lagu pop, dari penyanyi / penulis lagu pengakuan untuk berkelok-kelok, halusinasi, kesadaran narasi. Sebagai vokalis, dia mendobrak anggapan bahwa seorang penyanyi harus memiliki suara konvensional baik dalam bernyanyi, sehingga mendefinisikan ulang peran vokalis dalam musik populer.
Sebagai seorang musisi, ia memicu beberapa genre musik pop, termasuk elektrifikasi folk rock dan country rock. Dan itu hanya menyentuh ujung prestasinya. Kekuatan Dylan terlihat selama tingginya popularitas pada tahun 60-an – pergeseran Beatles terhadap introspektif lagu di pertengahan ’60-an tidak akan pernah terjadi tanpa dia – tapi pengaruhnya menggema pada generasi berikutnya, karena banyak lagu-lagunya menjadi standar dan album terbaiknya menjadi klasik. Pengaruh Dylan seluruh musik rakyat adalah sama kuat, dan ia menandai titik balik penting dalam evolusi abad ke-20, menandakan saat genre menjauh dari lagu-lagu tradisional dan lagu arah pribadi. Bahkan ketika penjualannya menurun di era 80-an dan 90-an, kehadiran Dylan jarang tertinggal, dan kebangkitan komersial pada tahun 2000-an membuktikan kekuasaannya masih ada.

source : http://id.wikipedia.org/wiki/Bob_Dylan

By khairurrozikin14 Posted in Music